Lois Official Writer “Banyak orang yang berambisi ingin mengubah dunia. Banyak orang yang berambisi untuk mengubah hidup orang lain, tetapi terlalu sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri,” demikian kata Leo Tolstoy, seorang penulis asal Rusia. Sementara Cecil G. Osborne pernah berkata, “Ubahlah diri Anda, maka orang lain dengan sendirinya akan berubah sebagai reaksi terhadap Anda.” Tuntutan untuk hidup sempurna seringkali membuat seseorang bersikap kritis dan menghakimi, bahkan menghukum orang lain. Seringkali seseorang menilai orang lain dengan ukuran yang sangat ketat, sementara jika ia menilai dirinya sendiri ukuran itu menjadi sangat longgar. Ini adalah sikap yang berbahaya, karena jika kita berpegang kepada kebenaran, kita tidak berwenang untuk bersikap demikian. Karena satu-satunya yang berhak atas penghakiman adalah Allah sendiri. Saudara-saudara, dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang gemar mengubah hidup orang lain. Tanpa sadar, kita pun terjebak dalam kebiasaan menilai dan menghakimi orang lain. Semua kalangan bisa jadi hakim bagi sesamanya, bahkan hamba Tuhan sekalipun. Banyak hamba Tuhan yang berusaha membereskan dosa-dosa orang lain, tetapi luput untuk membereskan dosa-dosanya sendiri. Jadi, kita semua sama-sama memiliki tantangan yang sama bagaimana belajar untuk tidak lagi menghakimi. Pada kali ini kita akan mempelajari apa kata Tuhan Yesus tentang menghakimi. Matius 71-5 TB LAI 1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." Matius 71-5 BIS 1 ”Janganlah menghakimi orang lain, supaya kalian sendiri juga jangan dihakimi oleh Allah. 2 Sebab sebagaimana kalian menghakimi orang lain, begitu juga Allah akan menghakimi kalian. Dan ukuran yang kalian pakai untuk orang lain, akan dipakai juga oleh Allah untuk kalian. 3 Mengapa kalian melihat secukil kayu dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kalian perhatikan? 4 Bagaimana kalian dapat mengatakan kepada saudaramu, 'Mari saya keluarkan kayu secukil itu dari matamu,' sedangkan di dalam matamu sendiri ada balok? 5 Hai munafik! Keluarkanlah dahulu balok dari matamu sendiri, barulah engkau melihat dengan jelas, dan dapat mengeluarkan secukil kayu dari mata saudaramu.” Menghakimi’ itu seperti apa? Yesus mengatakan, “Janganlah menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” ayat 1. Sikap menghakimi’ yang dimaksud dalam bagian ini bukan berarti kita tidak boleh menegur kesalahan orang lain, mengkritik orang lain, atau meniadakan nalar kita untuk membedakan mana benar, mana salah, mana baik, mana jahat. Jika kita melihat [kitab]Matiu713-27[/kitab], jelas sekali di situ Yesus meminta kita untuk bisa membedakan antara nabi-nabi palsu dengan nabi-nabi yang sejati. Ini berarti diperlukan kemampuan kritis untuk membedakan mana nabi yang asli dan yang palsu; mana ajaran yang benar dan yang sesat. Menghakimi atau mencari-cari kesalahan tidak sama dengan menegur. Menegur dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yakobus, kita wajib menegur seseorang jika ia melakukan kesalahan; karena jika tidak, kita pun turut berbuat dosa [kitab]Yakob417[/kitab]. Namun menghakimi hanya akan bertujuan untuk menjatuhkan orang lain. Kalau menghakimi itu bertujuan untuk memperbaiki maka itu namanya menegur. Dan hal ini sah-sah saja di mata Yesus. Namun kalau tujuan awal kita menegur orang tetapi sudah mengarah untuk mencari-cari kesalahan orang maka hal itu merupakan suatu tindakan yang dicela oleh Yesus. “Jangan menghakimi” juga bukan artinya kita tidak peduli dengan kesalahan orang lain, seolah-olah itu adalah privasi orang lain dan bukan urusan kita. Itu bukan poinnya. Sikap menghakimi yang dimaksudkan di sini adalah lebih kepada sikap yang fanatik dan agresif terhadap dosa-dosa orang lain, tetapi toleran dengan dosa-dosa sendiri. Yesus tidak melarang kita untuk mengkritik kesalahan orang lain. Jika kita melihat dalam Alkitab, Yesus seringkali mengkritik orang-orang Farisi. Yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sebenarnya adalah untuk tidak mencari-cari kesalahan atau kelemahan orang lain. Dahulukan untuk melihat kepada diri kita sendiri, dan sadarilah siapa kita di hadapan Tuhan. Selain itu, dalam mengkritik kita harus memeriksa apakah diri kita memiliki tujuan atau motif yang salah dalam hati. Dengan demikian kita akan dapat memahami atau mengerti orang lain. Dalam ayat-ayat di atas, Yesus menyajikan contoh yang cukup menggelitik. Tuhan Yesus berkata, “Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu…” Selumbar bhs Yunani karphos adalah serbuk kayu yang diperoleh saat menggergaji kayu, yang berarti ukurannya sangat kecil. Kemudian Ia melanjutkan, “Engkau sangat mampu melihat selumbar di mata saudaramu tetapi kamu tidak mampu melihat balok di matamu.” Balok bhs Yunani dokos yang dibicarakan di sini adalah balok yang biasa dipakai sebagai penyangga atap. Biasanya berasal dari batang utama sebuah pohon yang sisi-sisinya dipotong persegi dan dipasang sebagai tiang utama. Orang yang memiliki balok dalam matanya itu, ingin menolong mengeluarkan selumbar dalam mata saudaranya. Tentu motivasi ini sangat baik kelihatannya. Tetapi masalahnya adalah tidak mungkin orang itu dapat menolong mengeluarkan selumbar dari mata saudaranya karena dalam matanya sendiri terdapat sebuah balok besar. Pada saat orang ini ingin mengeluarkan selumbar itu, ada balok yang menghalangi dia untuk bisa melihat dengan jelas selumbar itu. Dengan demikian, tak mungkin pertolongan bisa dilakukan. Saudara-saudara, kadang-kadang kita tidak peka terhadap dosa-dosa sendiri, tetapi begitu peka terhadap dosa-dosa orang lain, seperti yang dilakukan oleh Daud ketika membunuh Uria untuk mendapatkan Batsyeba, istri Uria. Pada waktu nabi Natan memberikan sebuah perumpamaan untuk menegur dosanya, Daud tidak sadar bahwa Natan sebenarnya sedang menegur dosanya melalui perumpamaan itu. Kita semua sudah tahu ceritanya. Daud malah berkata “Demi Allah yang hidup, orang kaya yang telah mengambil anak domba betina dari si miskin itu, harus dihukum mati, karena ia tidak mengenal belas kasihan.” Tetapi pada saat itu, nabi Natan berkata “Daud, engkaulah orang itu!” Baca [kitab]iiSam121-7[/kitab]. Kadang-kadang kita juga bisa seperti Daud, kehilangan kepekaan terhadap dosa-dosa kita sendiri yang sebenarnya menjijikkan di mata Allah. John Calvin pernah menulis “Orang yang kudus, bukanlah orang yang tidak dapat berbuat dosa lagi, tetapi orang kudus adalah orang yang makin memiliki kepekaan terhadap dosa-dosa diri sendiri, bahkan dosa-dosa yang terkecil sekalipun.” Mengapa kita tidak diperbolehkan menghakimi? Karena kita tidak mengetahui persoalan yang sesungguhnya. Dalam menilai orang lain, seringkali seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang salah, tempat yang bukan miliknya. Kadangkala kita terlalu cepat menilai sesuatu tanpa mengetahui alasan orang lain dalam melakukan suatu tindakan. Padahal tidak seorangpun mengetahui beratnya pergumulan orang lain dalam menghadapi sesuatu. Jika saja kita mengetahui seluk beluk yang telah dilewati dalam perjalanan hidup seseorang maka kita tidak akan mudah mengeluarkan tuntutan atau penilaian yang negatif. Sebaliknya, jika kita dapat merasakan beratnya kehidupan seseorang, kita akan mampu menghargai perjuangan orang itu dalam melewati pergumulannya dan menghargai dia sebagaimana adanya. Hendaklah kita cepat untuk menilai diri sendiri dan lambat menilai orang lain. Daripada menghakimi, adalah lebih baik jika kita membebaskan orang tersebut dari dakwaan dan menahan diri untuk tidak menghakimi sampai semua fakta diketahui. Dalam menghakimi seringkali penilaian kita tidak jujur Adakalanya seseorang memiliki maksud-maksud tersembunyi ketika ia mencari-cari kesalahan orang lain. Seringkali orang cenderung menjadi subyektif dan tidak jujur ketika ia menghakimi orang lain. Ia menjadi terlalu kritis terhadap kelemahan-kelemahan kecil dalam kehidupan setiap orang di sekelilingnya. Untuk memecahkan masalah ini, Tuhan Yesus menasihatkan. “Keluarkan dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” ayat 5. Kita tidak membutuhkan tukang kayu atau dokter mata untuk memahami perumpamaan Yesus ini. Namun jika kita mau mengalihkan perhatian dari selumbar yang kita lihat dari dalam diri orang lain untuk memperhatikan balok yang ada dalam mata kita sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh besar bagi diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Penghakiman adalah milik Allah Hanya Allah yang memiliki wewenang untuk melakukan penghakiman. Hanya Allah yang berhak menghakimi, karena Ia-lah Allah yang Maha Kuasa, satu-satunya Hakim yang jujur, yang benar dan adil dalam penghakiman-Nya [kitab]Wahyu167[/kitab]. Penghakiman bukan hak kita; janganlah tempatkan diri kita di tempat yang tidak seharusnya. Jika kita mengambil tempat Allah sebagai Hakim maka Allah akan menuntut pertanggungjawaban dari diri kita, dengan standar yang kita pakai ayat 2. Padahal, bukankah kita yang sesungguhnya penuh dengan dosa ayat 3 telah dibenarkan karena anugerah Allah? Jika Allah mencari-cari kesalahan manusia, maka kita tidak akan mengenal keselamatan. Namun Allah tidak melakukan itu. Sebaliknya Allah berpikir tentang kebaikan; Ia berkehendak untuk menjalankan rancangan-Nya yang indah bagi kehidupan setiap manusia ciptaan-Nya. Untuk itulah Yesus diutus untuk menyelesaikan – bukan untuk menghakimi - kesalahan kita. Karenanya, jika Allah telah menggunakan ukuran’ anugerah dan kasih dalam menghakimi manusia, janganlah menghakimi orang lain dengan ukuran kita sendiri. Kalaupun kita melihat kesalahan orang lain adalah lebih baik bila kita bergumul dan mendoakannya, daripada menghakiminya. Sumber berbagai sumber by lois horiyanti/ Halaman 1
VideoTikTok dari nadiasalsa (@nadiasalsa44): "jika Allah berkehendak maka terjadilah #CapCut". suara asli - nadiasalsa.
Percayakah Anda akan janji Tuhan yang akan mengabulkan doa-doa kita, seperti yang tertulis dalam banyak ayat Alkitab?Jika memang kita beriman, tentulah kita percaya, bukan? Namun, tak jarang kita dengar seseorang yang berkata, “Doa saya tak pernah dikabulkan Tuhan!” Atau, bahkan kita sendiri juga sering merasa demikian?Berikut beberapa ayat Alkitab yang menyebutkan mengenai seberapa kekuatan doa, apalagi yang dipanjatkan dengan bersungguh-sungguh, dan bagaimana cara berdoa yang baik menurut ajaran Kristen, yang dikumpulkan dari berbagai Alkitab tentang Kekuatan Doa dan Janji Tuhan akan PengabulannyaOleh karena itu Aku berkata kepadamu Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka, dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang kekuatan doa yang pernah disebutkan dalam beberapa ayat Alkitab, dan seperti yang diajarkan oleh Yesus sendiri, bahwa sudah selayaknya bagi kita, murid-murid-Nya, untuk mengimani dan percaya akan janji senantiasa dalam doa!Sebenarnyakamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Aplikasi Alkitab untuk Anak-Anak. Rencana Bacaan dan Renungan gratis terkait dengan Yakobus 4:15. TUHAN + TUJUAN: Bagaimana Menentukan Tujuan Sebagai Seorang Kristen. Kristus dan Virus Corona. Pengaturan Waktu Ilahi. ini, 30 September, adalah hari tak terlupakan bagi saya dan khususnya bagi warga Sumatera Barat Sumbar. Pasalnya, di hari ini, Sumbar digoncang gempa 7,6 skala richter. Ratusan jiwa melayang, ribuan rumah dan gedung hancur. Tidak hanya itu, saat itu, di mana warga Sumbar masih diliputi kebahagiaan lebaran, tiba-tiba berubah menjadi petaka jerit tangis dan air mata. Kesabaran warga negeri para buya ini betul-betul diuji Allah SWT. Ketika petaka itu terjadi, saya sedang berada di rumah di Palembang bersama keluarga menikmati sisa-sisa idul fitri. Kebetulan, redaktur kami di Surabaya, Jatim, memintaku datang ke Padang untuk reportase. Permintaan itu langsung saya terima. Allhamdulillah, apa yang saya rekam selama di Padang masih teringat. Tak menunggu lama setelah diminta reportase, esok harinya saya langsung mencari bus jurusan Palembang-Padang. Kebetulan, menurut sopir bus, jalur Palembang-Padang sudah bisa dilewati setelah sebelumnya ditutup gara-gara tertimbun longsor. Siang menjelang zuhur, saya pun berangkat. Bus yang saya naiki ternyata sudah penuh penumpang. Di bagian depan tak terlihat ada bangku kosong. Nampaknya nomor kursi di tiket tak berlaku. Ya, ini memang bus ekonomi. Untung saja, di bagian belakang tersisa satu. Tapi tetap harus berdesak-desakan. Bus ini tak ber-AC. Udara pengap bercampur keringat para penumpang. Sekilas, terlihat seluruh wajah para penumpang yang tak lain warga Padang itu tegang dan panik. Tak ada senyum. Yang terdengar hanya beberapa kali ada yang menelpon famili mereka di Padang. Ia bertanya keadaan mereka. Ada kekhawatiran yang dalam. Karena saya tak paham bahasa Padang, jadi tak tahu banyak apa yang dibicarakan. Di sebelah kiri, saya ditemani bapak-bapak. Umurnya kira-kira 50 tahun. Tak banyak bicara, sejak dari keberangkatan hingga Padang bapak tersebut hanya diam. Di sebelah kanan saya seorang gadis usia sekitar 18 tahun. Ia memangku adik kecilnya. Letih, pucat dan panik nampak di gurat-gurat wajahnya. “Uni turun di mana,” tanyaku. “Turun di Padang Panjang, uda” jawabnya. Gadis yang sudah lama merantau ke Palembang ini ingin memastikan keadaan keluarga. “Alhamdulillah keluarga selamat semua. Cuma rumah yang rusak kena gempa,” ujarnya. Sekitar tiga jam perjalanan, bus lalu berhenti di sebuah RM Padang. Sebagian besar penumpang mengambil air wudhu lalu shalat. Wajah-wajah di balik gempa Sebuah pemandangan yang membuat mata tak berkedip. Baru kali ini saya melihat gedung-gedung tinggi, megah dan kokoh retak dan ambruk. Dari sekian banyak gedung yang ambruk dan menelan banyak korban adalah hotel Ambacang. Hotel megah ini ambruk. Dari enam tingkat, tinggal sisa dua lantai, lima dan enam. Selebihnya amblas ke dalam tanah, bertumpuk-tumpuk dan menjadi satu. Entah berapa data korban resminya, tapi kabarnya puluhan orang ikut tertimbun di situ. Padang waktu itu betul-betul luluh lantak. Sejauh mata memandang, gedung-gedung kokoh dan megah yang retak dan roboh. Bahkan, tak jarang yang bernasib sama seperti hotel Ambacang. Di antaranya, gedung bimbel Gama yang terletak di Jl. Proklamasi Padang. Kebetulan, ketika itu saya bertemu dengan Miswanto, saksi mata yang sempat menyelamatkan beberapa murid di dalamnya. Ia pun bercerita banyak kejadian itu. Penjual tahu Sumedang asal Cilacap Jateng ini, ketika itu baru saja menunaikan shalat Asyar di bagian belakang gedung tersebut. Namun, belum sempat duduk, tiba-tiba, Miswanto merasa jika bumi bergetar hebat. Takut jatuh, Miswanto berpegang ke gerobak tahu miliknya. Tanpa diduga, Miswanto melihat gedung Gama bergoyang hebat. Kontan para penghuni di dalamnya berhamburan ke luar. Naas, para penghuni belum keluar semua, bagian depan gedung ambruk. “Sulit dibayangkan. Ko bisa gedung itu ambruk seperti tumpukan gandum,” ujarnya. Miswanto hanya dapat melihat asap tebal kehitaman mengepul ke atas. Tiba-tiba Miswanto melihat siswi berjilbab terjatuh dari lantai dua karena berdesak-desakan. “Tolong-tolong,” hanya suara itu yang terdengar. Usai bagian depan ambruk, disusul kemudian bagian yang lain. Hingga terperangkaplah penghuni yang lain. Suara teriakan dan minta tolong terdengar keras dari dalam gedung. Hati Miswanto bergetar. Ia tak hiraukan bahaya bangunan yang siap merenggut nyawanya kapan saja. Pria berbadan sedang ini merangsek masuk. Puing-puing bangunannya ia terobos. Ia pun menyelamatkan delapan siswa yang terperangkap. Satu per satu ia gendong. Sayang, ada seorang anak yang tak bisa diselamatkan. Ketika itu ia melihat seorang siswi terjepit di balik reruntuhan gedung. Karena jepitanya terlalu kuat, jadi sulit diselamatkan. Siswi tersebut tak henti-hentinya berteriak minta tolong. “Tolong saya pak. Tolong keluarkan saya,” kenang Miswanto. Karena takut gedung tersebut ambruk dan terjadi Tsunami, akhirnya siswi tersebut gagal diselamatkan. Miswanto mengaku, wajah siswi tersebut terkadang hadir di hadapanya. “Ia datang seraya minta tolong,” ujarnya. Jadi janda Jika di kota, akibat gempa hanya mengakibatkan gedung-gedung ambruk, lain halnya yang terjadi di daerah pedesaan pegunungan. Di derah pegunungan, seperti di dusun Sumanak, Kec. Patamuan. Kab. Padang Pariaman rumah para warga habis tertimbun longsor. Puluhan orang meninggal. Anak-anak menjadi yatim, istri menjadi janda. Seperti yang dialami Ite Wirdad 38, ibu dua anak dari warga dusun Sumanak. Tak ada firasat apapun sebelumnya. Ite dan dua anaknya ketika itu sedang asik makan. Tiba-tiba, rumah Eti bergoyang kencang. Hampir saja tubuhnya terjatuh jika tak berpegangan tiang rumah. Untung saja, Ite segera sadar jika sedang terjadi gempa bumi. Mengetahui hal itu, Ite langsung mengajak kedua putrinya, Novia Susanti kelas dua SMP dan Meri Destiana Putri kelas 5 SD ke luar rumah. Saking takutnya, Eti langsung menarik lengan Meri dengan keras. “Saking takutnya, saya tarik lengan Meri hingga lenganya terkilir,” ujarnya. Setelah keluar rumah, mereka langsung lari sekencang-kencangnya menuju sawah. Dari kejauhan, Eti hanya bisa memandangi bagian dapur rumahnya yang ambruk. Tapi, belum sempat semuanya ambruk, Ite dan kedua anaknya lari jauh. Akhirnya mereka selamat. Tapi tidak demikian dengan suaminya, Wartin 38. Lelaki sandaran hidupnya itu meninggal tertimbun longsor. Ceritanya, ketika itu Wartin sedang di rumah ayahnya, Sahar 68. Rumah Sahar berada pas di bawah bukit, dan ketika longsor datang, maka mereka tidak sempat menyelamatkan diri. Ite tidak hanya kehilangan suaminya. Ada enam saudara lainnya yang ikut tertimbun dalam peristiwa tersebut. Mereka adalah; Sahar 68 ayahnya, Sarunan 60 ibunya, Sarinan 38 anaknya, Angga 5, Saminar 35 dan Sahrial 37. Di antara ke tujuh yang meninggal itu, menurut Ite, baru satu yang ditemukan, yaitu Saminar. Kini suami, dan sejumlah saudaranya telah tiada. Tak hanya itu, rumah dan sawahnya juga tertimbun longsor. Kendati begitu, Ite ketika ditemui di tenda pengungsian tahun lalu tak terlihat nampak bingung yang amat sangat. Sesakali senyum menghias di wajahnya. “InsyaAllah sabar. Kami berdoa, semoga Allah selalu menolong kami,” ujarnya. Hidup ibarat episode dalam drama. Terkadang bahagia, sedih dan berurai air mata. Layaknya sebuah drama, ada yang happy ending dan sad ending. Tapi, dalam drama hidup yang sesungguhnya cerita yang happy ending jika mampu meraih ridho-Nya. Cerita di atas adalah ibroh berharga. Betapa Allah maha kuasa. Jika Ia berkehendak, maka tak ada yang menghalangi-Nya. Semoga kita menjadi hamba yang pandai mengambil pelajaran untuk menjadi kekasih-Nya. Amin. [anshor/ Divonisharus beristirahat selama 9 bulan, Bellaetrix Manuputty tidak serta merta mengubur keinginan untuk bertanding lagi. Ia berharap bisa comeback.
Sebenarnya kamu harus berkata ”Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.”
D1hZWy.